Pohon dewandaru dalam
terminologi Jawa dapat diartikan sebagai kayu ‘Pembawa Wahyu Dewa’. Kata
dewandaru banyak dijumpai dalam kisah pewayangan maupun dalam khasanah
bahasa Jawa Kuno maupun sansakerta. Karenanya tidak mengherankan jika
kemudian pohon bernama dewandaru ini kemudian sarat dengan mitos.
Pohon dewandaru dikenal juga sebagai asem
selong, belimbing londo, ceremai londo, atau cereme asam. Dalam bahasa
Inggris pohon yang dipercaya mempunyai kekuatan magis ini disebut dengan
Surinam Cherry, Brazilian Cherry, atau Cayenne Cherry. Sedangkan nama ilmiah tumbuhan ini adalah Eugenia uniflora L., yang mempunyai beberapa sinonim diantaranya Eugenia michelii Lam., Eugenia oblongifolia, Eugenia zeylanica Willd.
Dewandaru (Eugenia uniflora)
merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi mencapai 5 meter dan hidup
menahun. Batang pohon dewandaru tegak, berkayu, berbentuk bulat dengan
kulit kayu berwarna coklat.
Buah dan daun dewandaru
Daun dewandaru merupakan daun tunggal,
berwarna hijau berbentuk lonjong dengan ujung dan pangkal yang
meruncing. Daun berukuran sekitar 5 sentimeter dengan tepi daun yang
rata dan pertulangan menyirip. Bunga
tunggal dengan daun pelindung kecil berwarna hijau, mahkota bunga
berwarna kuning sedangkan benang sari dan putik berwarna putih. Buahnya
buni (bulat) dengan diameter sekitar 1,5 cm, berwarna merah. Bijinya
kecil, keras, berwarna coklat.
Tumbuhan dewandaru tersebar di daerah Amerika Selatan seperti Suriname, Brazil, Argentina, Urugay, dan Paraguay. Di Indonesia, tumbuhan ini dapat ditemukan di beberapa tempat di pulau
Jawa, Sumatera, dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Salah satu daerah
yang dikenal sebagai habitat dewandaru adalah kepulauan Karimunjawa. Di
tempat terakhir, kayu dewandaru sangat kental nuansa magisnya. Sejarah
persebaran pohon dewandaru (Eugenia uniflora) hingga ke Indonesia belum diketahui secara pasti. Kecuali berbagai mitos turun temurun yang berkembang di masyarakat.
Terutama pada masyarakat jawa, keberadaan pohon dewandaru sarat dengan mitos. Mulai dari mitos soal asal-usulnya hingga berbagai khasiat magis sebagai kayu sakti dan bertuah. Karenanya, kayu dewandaru kerap kali dimanfaatkan untuk membuat aksesoris semisal tasbih, gelang, akik (batu cincin), dan kalung.
Di balik khasiat mistis yang dipercayai
oleh sebagian masyarakat, pohon dewandaru ternyata memiliki berbagai
manfaat yang teruji secara klinis. Buah dewandaru selain mengandung air
juga mengandung protein, karbohidrat, dan vitamin C. Kulit kayunya
mengandung tanin. Sedangkan daunnya banyak mengandung minyak atsiri,
saponin, flavonoid.
Dengan berbagai kandungan yang dipunyainya, dewandaru (Eugenia uniflora)
dapat dimanfaatkan sebagai peningkat kualitas astringent, mengurangi
tekanan darah tinggi, penurun kolestrol, penurun metabolisme lipid, dan
antioksidan.
Sepertinya kita tidak boleh terlalu
terlena dengan berbagai khasiat mistis yang dipunyai pohon dewandaru
(dan pohon ‘bertuah’ lainnya). Sebaliknya, berbagai keyakinan yang
berkembang di masyarakat tersebut hendaknya memacu kita untuk
mengeksplorasi kandungan dan khasiatnya secara klinis dan ilmiah. Bisa
jadi, para pendahulu kita mencoba memberitahu kita tentang manfaat besar
suatu spesies, faktor tingkat pemahaman dan pengetahuan lah yang
kemudian merubah pesan tersebut menjadi serangkaian kisah mistis dan
magic.NT.
0 komentar:
Posting Komentar