Daun katuk adalah daun
dari tanaman Sauropus adrogynus(L) Merr, famili Euphorbiaceae. Nama
daerah: Memata (Melayu), Simani (Minangkabau), Katuk (Sunda), Kebing dan
Katukan (Jawa), Kerakur (Madura). Terdapat di berbagai daerah di India,
Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di dataran dengan
ketinggian 0-2100 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini berbentuk
perdu. Tingginya mencapai 2-3 m. Cabang-cabang agak lunak dan terbagi
Daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai
bundar dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm. Bunga tunggal atau
berkelompok tiga. Buah bertangkai panjang 1,25 cm.(2) Tanaman katuk
dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu, panjang
lebih kurang 20 cm disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar sekitar 2
minggu dapat dipindahkan ke kebun. Jarak tanam panjang 30 cm dan lebar
30 cm. Setelah tinggi mencapai 50-60 cm dilakukan pemangkasan agar
selalu didapatkan daun muda dan segar.
Efek Farmakologis
Daun
katuk berkhasiat memperbanyak air susu, untuk demam, bisul, borok dan
darah kotor. Tiga peneliti menyatakan infus daun katuk dapat
meningkatkan produksi air susu pada mencit. Infus daun katuk dapat
meningkatkan jumlah asini tiap lobulus kelenjar susu mencit. Satu
peneliti menyatakan isolat fase eter dan ekstrak petroleum eter daun
katuk tidak menyebabkan peningkatan sekresi air susu yang bermakna. Satu
peneliti menyatakan bahwa dekok akar katuk mempunyai efek antipiretik
terhadap burung merpati.
Infus akar katuk mempunyai efek diuretik
dengan dosis 72 mg/100 g bb. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui
dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk
bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Proses
perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Pemberian
infus daun katuk kadar 20 %, 40 %, dan 80 % pada mencit selama periode
organogenesis tidak menyebabkan cacat bawaan (teratogenik) dan tidak
menyebabkan resorbsi. Jus daun katuk mentah digunakan sebagai pelangsing
di Taiwan.
Efek samping
Di Taiwan 44
orang mengkonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2 minggu - 7
bulan, terjadi efek samping dengan gejala sukar tidur, tidak enak makan
dan sesak nafas. Gejala hilang setelah 40-44 hari menghentikan konsumsi
jus daun katuk. Hasil biopsi dari 12 pasien menunjukkan bronkiolitis
obliterasi.(9) Sejumlah 178 pasien mengkonsumsi jus daun katuk mentah
dengan dosis 150 g / hari (60,7 %), digoreng (16,9 %), campuran (20.8
%), dan digodok (1,7 %), selama 7 bulan - 24 bulan. Terdapat efek
samping setelah penggunaaan selama 7 bulan berupa gejala obstruksi
bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan
atau lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang permanen.
Di
Amerika, sejak tahun 1995 daun katuk goreng, salad daun katuk, dan
minuman banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai obat antiobesitas
(pelangsing tubuh). Penelitian dilakukan terhadap 115 kasus bronkiolitis
obliterasi (110 perempuan dan 5 pria), berumur antara 22-66 tahun yang
sebelumnya mengkonsumsi daun katuk. Pada uji fungsi paru terlihat
obstruksi sedang sampai parah. Pengobatan dengan campuran
kortikosteroid, bronkodilatasi, eritromisin, dan zat imunosupresi hampir
tidak berkhasiat. Setelah 2 tahun bronkiolitis obliterasi berkembang
menjadi parah dan terjadi kematian pada 6 pasien (6,1 %).
Proses
perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Jadi dapat
disimpulkan pemanasan dapat mengurangi sampai meniadakan sifat racun
daun katuk.
NT